Universitas Negeri Surabaya. Pendidikan Biologi A

Monday, 22 December 2014

on Leave a Comment

Anestesi gigi

A.  Definisi Anestesi Lokal
Adalah  kehilangan sensasi pada area tertentu dan terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi ujung serabut saraf ataupun karena inhibisi pada proses konduksi pada nervus perifer. Di kedokteran gigi, anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri, sehingga pasien
merasa  nyaman  saat  dilakukan  tindakan  oleh  dokter  gigi  pun  mampu  bekerja  dengan  baik. Selain  itu,  anestesi  lokal  juga  dapat  digunakan  untuk  mengidentifikasikan  penyebab  nyeri pada wajah. Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasari usaha dalam halhal pemberian anestesi dan analgesik serta menjaga keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi pada penderita gawat, mengelola unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi, penanggulangan nyeri menahun bersama cabang ilmu kedokteran  lainnya dan dengan peran serta masyarakat secara aktif mengelola kedokteran gawat darurat. Anestesi bersifat reversibel dan sementara.Selain itu pada anestesi  dikenal juga  adanya anestesi topikal  yang merupakan suatu pengaplikasian  agen  anestesi  lokal  pada  permukaan  membran  mukosa  atau  kulit  yang kemudian berpenetrasi melewati epidermis dan menganestesi ujung ujung saraf.
B.  Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi
Anestesi  lokal  secara  parenteral  diberikan  untuk  infiltrasi  dan  anestesi  blok  saraf. Infiltrasi  anestesi  umumnya  digunakan  untuk  pembedahan  minor  dan  perawatan  gigi. Anestesi  blok  saraf  digunakan  untuk  pembedahan,  perawatan  gigi,  dan  prosedur  diagnosis dan  pengontrolan  rasa  sakit.  Karena  keanekaragaman  dari  mekanisme  absorpsi  dan toksisitasnya,  pemilihan  jenis  dan  konsentrasi anestesi  lokal  yang  ideal  tergantung  pada prosedur yang akan dilakukan. Dalam bidang kedokteran gigi, secara umum anestesi lokal diindikasi untuk berbagai  tindakan  bedah  yang  dapat  menimbulkan  rasa  sakit  yang  tidak  tertahankan  oleh  pasien,  di antaranya  yaitu ekstraksi gigi, apikoektomi, gingivektomi, gingivoplasti, bedah periodontal,pulpektomi,  pulpotomi,  alveoplasti,  bone  grafting,  implant,  perawatan  fraktur  rahang, reimplantasi gigi avulse, perikoronitis, kista, bedah pengangkatan tumor, bedah pengangkatan  odontoma dan juga penjahitan dan Flapping pada jaringan muko-periosteum. Sedangkan, kontraindikasi dari pemberian anestesi lokal meliputi:
1)  Adanya  infeksi/inflamasi  akut  pada  daerah  injeksi  apabila  melakukan  anestesi  secara
injeksi. Hindari blocking saraf inferior gigi pada dasar mulut atau area retromolar.
2)  Penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.
3)  Alergi
4)  Penderita hipertensi
5)  Penderita penyakit hati/liver
Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan ginjal.
C.  Persiapan Pra Anestesi
Sebelum  dilakukan  pemberian  anestesi  lokal,  operator  harus  mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh efek depresan yang merupakan salah  satu  efek  dari  obat-obatan  anestesi  lokal.  Selain  itu,  obat-obatan  anestesi  lokal  pun memiliki efek samping lain yaitu bronkospasm yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun  vasodepressor  sinkop.  Oleh  karena  itu,  keadaan  umum  pasien  perlu  dievaluasi  sebelum  melakukan  tindakan  anestesi.  Persiapan  pra  anestesi  ini  mencakup  tiga  persiapan, yaitu persiapan diri anestetis, persiapan alat dan bahan, dan persiapan pasien. Persiapan  anestesis,  berupa  anestesis  harus  sehat  fisik  dan  psikis,  memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai, dan memiliki mental yang baik untuk
mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa pasien. Persiapan  alat  dan  bahan  anestesi,  alat  yang  biasa  digunakan  adalah  syringe  untuk menyutikkan  bahan  atau  agen  anestesi  lokal  ke  daerah  yang  akan  dianestesi.  Hal  ini  perlu diperhatikan  agar  penyuntikan  berjalan  cepat  dan  lancar.  Kemudian  siapkan  mukosa  yang  akan disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada daerah yang dikehendaki. Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik pasien. Dalam  anamnesis,  pasien  ditanyakan  tentang  riwayat  penyakit  yang  pernah  atau  sedang
diderita,  obat-obatan  yang  sedang  dikonsumi,  riwayat  alergi,   dan  juga  beberapa  keluhankeluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi praanestesi ini pula ditanyakan  tentang  ketakutan  pasien  sebelum  dilakukan  anestesi  sehingga  keadaan  psikologis  pasien dapat pula dievaluasi. Penyakit-penyakit  yang  umumnya  ditanyakan  kepada  pasien  dalam  evaluasi  praanestesi  adalah  kelainan  jantung,  hipotensi,  diabetes,  gagal  ginjal,  penyakit  liver,  alergi  terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsi, serta kelainan darah. Pemeriksaan  fisik  praanestesi  yang  perlu  dilakukan  adalah  inspeksi  visual  untuk  mengobservasi  adanya  kelainan  pada  postur  tubuh  pasien,  gerakan  tubuh,  bicara,  dan sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut ASA.
D.  Komplikasi Anestesi Lokal
1)  Kerusakan Jarum
Penyebab  utamanya  adalah  kelemahan  jarum  dengan  membengkokkannya  sebelum di insersi dalam mulut pasien. Selain itu dapat terjadi karena  pergerakan pasien yang berlebihan secara tiba-tiba sehingga jarum penetrasi ke dalam otot. Perawatan jika terjadi jarum patah, adalah:
a)  Tetap tenang, jangan panik
b)  Instruksikan pasien tidak bergerak, jaga mulut pasien agar tetap terbuka. Gunakan bite  block  
dalam mulut pasien.
c)  Jika patahan masih terlihat, coba untuk mengambilnya.
2)  Parastesi
Pasien  merasa  mati  rasa  (dingin)  selama  beberapa  jam  atau  bahkan  berhari-hari
setelah anastesi lokal. Penyebabnya bisa karena trauma pada beberapa saraf. Selain itu,
injeksi  anastesi  lokal  yang  terkontaminasi  alkohol  atau  cairan  sterilisasi  dapat menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan edema dan sampai menjadi parastesi. Parastesi  dapat  sembuh  sendiri  dalam  waktu  8  minggu  dan  jika  kerusakan  pada  saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang terjadi.
Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi yaitu:
1)  Yakinkan kembali pasien dengan berbicara secara personal.
2)  Jelaskan  bahwa  parastesi  jarang  terjadi,  hanya  22%  telah  dilaporkan  yang  berkembang  
menjadi parastesi.
3)  Periksa pasien:
a)  Menentukan derajat dan luas parastesi
b)  Jelaskan pada pasien bahwa parastesi akan sembuh sendiri dalam waktu 2 bulan.
c)  Jadwal ulang pertemuan setiap 2 bulan sampai adanya pengurangan reaksi sensori
d)  Jika ada, maka konsultasi ke bagian Bedah Mulut.
3)  Paralisis Nervus Fasial
Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior pada sisi kiri Paralisis sebagian dari cabang trigeminal terjadi pada blok saraf infraorbital atau infiltrasi kaninus maksila,
biasanya dapat enyebabkan otot kendur. Paralisis  nervus  fasial  dapat  disebabkan  karena   kesalahan  injeksi  anastesi  lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus ke dalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis.  Pasien  yang  mengalami  paralisis  unilateral  mempunyai  masalah  utama  yaitu estetik.  Wajah  pasien  terlihat  berat  sebelah.  Tidak  ada  reatment  khusus  kecuali  menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah pasien tidak dapat menutup  satu  matanya  secara  sadar,  refleks  menutup  pada  mata  menjadi  hilang  dan berkedip menjadi susah.
4)  Trismus
Trismus  adalah  kejang  tetanik  yang  berkepanjangan  dari  otot  rahang  dengan pembukaan  mulut  menjadi  terbatas  (rahang  terkunci).  Etiologinya  karena  trauma  pada otot  atau  pembuluh  darah  pada  fossa  infratemporal.  Kontaminasi  alkohol  dan  larutan sterlisasi  pun  dapat  menyebabkan  iritasi  jaringan  kemudian  menjadi  trismus.  Hemoragi juga penyebab lain trismus.


5)  Luka jaringan lunak
Trauma  pada  bibir  dan  lidah  biasanya  disebabkan  karena  pasien  tidak  hati-hati menggigit  bibir  atau  menghisap  jaringan  yang  teranastesi.  Hal  ini  menyebabkan pembengkakan  dan  nyeri  yang  siginifikan.  Kejadian  ini  sering  terjadi  pada  anak-anak  handicapped.
6)  Hematoma
Hematoma  dapat  terjadi  karena  kebocoran  arteri  atau  vena  setelah  blok  nervus alveolar superior posterior atau  nervus inferior. Hematoma yang terjadi setelah blok saraf alveolar inferior dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma akibat alveolar blok posterior superior dapat dilihat secara extraoral. Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan nyeri. Pembengkakan dan perubahan warna pada region yang terkena dapat terjadi setelah 7 sampai 14 hari.
7)  Nyeri
Penyebabnya dapat terjadi karena :
1)  Teknik injeksi yang tidak hati-hati dan tidak berperasaan
2)  Jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple
3)  Deposisi cepat pada obat anastesi local yang menyebabkan kerusakan jaringan
4)  Jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang)
Nyeri  yang  terjadi  dapat  menyebabkan  peningkatan  kecemasan  pasien  dan menciptakan gerakan tiba-tiba dan menyebabkan jarum patah.
8)  Rasa terbakar
pH dari obat anastesi lokal yang dideposit ke dalam jaringan lunak dipersiapkan berkisar 5, namun menjadi lebih asam (sekitar  3) sehingga menyebabkan rasa terbakar. Selain  itu, penyebab rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat, biasanya pada  palatal.  Selain  itu,  kontaminasi  dengan  alkohol  dan  larutan  sterilisasi  juga menyebabkan rasa terbakar. Jika disebabkan karena pH, maka akan menghilang sejalan dengan reaksi anastesi. Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat, kontaminasi dan obat anastesi yang terlalu  hangat  dapat  menyebabkan  kerusakan  jaringan  yang  dapat  berkembang  menjadi trismus, edema, bahkan parastesi.
9)  Infeksi
Penyebab  utamanya  adalah  kontaminasi  jarum  sebelum  administrasi  anastesi. Kontaminasi  terjadi  saat  jarum  bersentuhan  dengan  membran  mukosa.  Selain  itu, ketidakahlian  operator  untuk  teknik  anastesi  lokal  dan  persiapan  yang  tidak  tepat menyebabkan infeksi.

10)  Edema
Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa gangguan.
Edema dapat terjadi karena:
1)  Trauma selama injeksi
2)  Infeksi
3)  Alergi
4)  Hemoragi
5)  Jarum yang teriritasi
6)  Hereditary angioderma
Edema  dapat  menyebabkan  rasa  nyeri  dan  disfungsi  dari  region  yang  terkena. Angioneurotik  edema  yang  dihasilkan  akibat  topical  anastesi  pada  individu  yang  alergi dapat membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring, dan laring dapat berkembang  pada situasi gawat darurat.
11)  Pengelupasan jaringan
Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi epitel  antara lain:
1)  Aplikasi topical anastesi pada gusi yang terlalu lama
2)  Sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan
3)  Adanya reaksi pada area topical anastesi
Penyebab abses steril antara lain:
1)  Iskemi  sekunder  akibat  penggunaan  lokal  anastesi  dengan  vasokonstriktor (norepineprin)
2)  Biasanya berkembang pada palatum keras
Nyeri  dapat  terjadi  pada  deskuamasi  epitel  atau  abses  steril  sehingga  ada kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.
12)  Lesi intraoral post anastesi
Pasien sering melaporkan setelah 2 hari  dilakukan anastesi lokal timbul ulserasi pada mulut mereka, terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri. RAS atau  herpes  simplex  dapat  terjadi  setelah  anastesi  lokal.  Recurrent   aphthous  stomatitis merupakan  penyakit  yang  paling  sering  daripada  herpes  simplex,  terutama  berkembang pada gusi yang tidak cekat dengan tulang. Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut pada area ulser.
E.  Teknik Blok Anestesi untuk Pencabutan Gigi Rahang Bawah
Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan daerah yang teranestesi  luas  misalnya  pada  waktu  pencabutan  gigi  posterior  rahang  bawah  atau pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Teknik  Saraf yang dituju  Daerah yang teranestesi  Gow-Gates   N. Mandibularis  Gigi  mandibula  setengah  quadran, mukoperiosteum  bukal  dan membran  mukosa  pada  daerah penyuntikan,  dua  pertiga  anterior lidah  dan  dasar  mulut,  jaringan lunak  lingual  dan  periosteum, korpus mandibula dan  bagian bawah ramus  serta  kulit  diatas  zigoma, bagian  posterior  pipi  dan  region temporal Akinosi dan Fisher  N. Alveolaris inferior dan N. Lingualis Gigi-gigi  mandibula  setengah
quadran,  badan  mandibula  dan ramus  bagian  bawah, mukoperiosteum  bukal  dan membrane ukosa didepan foramen mentalis,  dasar  mulut  dan  dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan  periosteum  bagian  lingual mandibula
Anestesi blok teknik Gow-Gates
Prosedur :
1)  Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2)  Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
3)  Posisi operator:
a)  Untuk  mandibula  sebelah  kanan,  operator  berdiri  pada  posisi  jam  8  menghadap
pasien.
b)  Untuk  mandibula  sebelah  kiri,  operator  berdiri  pada  posisi  jam  10  menghadap
dalam arah yang sama dengan pasien.
4)  Tentukan  patokan  ekstra  oral:  intertragic  notch  dan  sudut  mulut.  Daerah  sasaran:
daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah insersi otot pterygoideus eksternus.
5)  Operator membayangkan garis khayal  yang dibentuk dari intertragic notch ke sudut
mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat ketinggian penyuntikan secara  ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari telunjuk.
6)  Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan jaringan .
7)  Operator menentukan ketinggian  penyuntikan dengan patokan intra oral berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2 maksila.
8)  Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9)  Spuit  diarahkan  ke  sisi  penyuntikan  melalui  sudut  mulut  pada  sisi  berlawanan,  dibawah    tonjolan  mesiopalatinal  M2  maksila,  jarum  diinsersikan  kedalam  jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila .
10)  Jarum  diluruskan  kebidang  perpanjangan  garis  melalui  sudut  mulut  ke  intertragic notch  pada  sisi  penyuntikan  kemudian  disejajarkan  dengan  sudut  telinga  kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang berlawanan, posisi tersebut dapat berubah  dari  M  sampai  I  bergantung  pada  derajat  divergensi  ramus  mandibula  dari telingan ke sisi wajah.
11)  Jarum  ditusukkan  perlahan-lahan  sampai  berkontak  dengan  tulang  leher  kondilus,
sampai  kedalamam  kira-kira  25  mm.  Jika  jarum  belum  berkontak  dengan  tulang, maka  jarum  ditarik  kembali  per-lahan2  dan  arahnya  diulangi  sampai  berkontak dengan tulang. Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak dengan tulang.
12)  Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
13)  Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .
14)  Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh dilakukan
.
Anestesi blok teknik Akinosi
Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik digunakan pada pasien yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut. Prosedur:
1)  Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
2)  Posisi  operator  untuk  rahang  kanan  atau  kiri  adalah  posisi  jam  delapan  berhadapan
dengan pasien.
3)  Letakkan  jari  telunjuk  atau  ibu  jari  pada  tonjolan  koronoid,  menunjukkan  jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.
5)  Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.
6)  Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.
7)  Jarum  suntik  diletakkan  sejajar  dengan  bidang  oklusal  maksila,  jarum  diinsersikan
posterior  dan  sedikit  lateral  dari  mucogingival  junction  molar  kedua  dan  ketiga maksila.
8)  Arahkan  ujung  jarum  menjauhi  ramus  mandibula  dan  jarum  dibelokkan  mendekati
ramus dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.
9)  Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10)  Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5  –  1,8 ml secara perlahanlahan.  Setelah  selesai  ,  spuit  tarik  kembali.  Kelumpuhan  saraf  motoris  akan  terjadi lebih  cepat  daripada  saraf  sensoris.  Pasien  dengan  trismus  mulai  meningkat kemampuannya untuk membuka mulut.
Teknik Fisher  Prosedur:
1)  Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang.
2)  Aplikasikan antiseptic didaerah trigonum retromolar.
3)  Jari  telunjuk  diletakkan  dibelakang  gigi  terakhir  mandibula,  geser  ke  arah  lateral untuk  meraba  linea  oblique  eksterna.  Kemudian  telunjuk  digeser  ke  median  untuk mencari  linea  oblique  interna,  ujung  lengkung  kuku  berada  di  linea  oblique  interna dan permukaan samping jari berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.
Posisi:
1)  Posisi I: Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
2)  Posisi II: Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan jarum itusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis.
3)  Posisi III: Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit ditarik kembali.
Teknik modifikasi Fisher
Setelah  kita  melakukan  posisi  III,  pada  waktu  menarik  kembali  spuit  sebelum jarum  lepas  dari  mukosa  tepat  setelah  melewati  linea  oblique  interna  ,jarum  digeser kelateral  (kedaerah  trigonum  retromolar),  aspirasi  dan  keluarkan  anestetikum  sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar.
Teknik Inferior Alveolar Nerve Blok
Blok  nervus  alveolar  inferior  biasanya  digunakan  untuk  injeksi  anestesi mandibula.  Menganestesi  pada  gigi  mandibula  dari  garis  midline  diinjeksikan  pada corpus  mandibula.,  mukosa  bukal,  dan  tulang  pada  gigi  anterior  ke  molar  pertama mandibular,  dua  pertiga  anterior  lidah  dan  dasar  mulut,  serta  dasar  mukosa  dan  tulang daerah daerah lingual ke gigi mandibula di sisi injeksi. Gunakan jarum dengan panjang 25 gauge.
Jaringan  harus  menembus  pada  batas  medial  ramus  mandibular  di  puncak coronoid  notch  di  pterygomandibular  raphe.   Titik  suntikan  harus  sekitar  1,5  cm  diatas garis  occlusal  mandibula  dengan  bersudut  kearah  tulang-tulang.  Barrel  jarum  harus sejajar  dengan  bidang  oklusal  molar  mandibula,  dan  tiba  di  premolar  kuadran  yang berlawanan.  Jarum  harus  maju  pelan-pelan,  menaruh  beberapa  tetes  anestesi  dan aspirating  sampai  tulang.  Biasanya  pada  pasien  orang  dewasa,  jarum  akan  dimasukkan 20-25 mm (sekitar 2/3 panjang jarum). Pemberian anestesi akan tepat dikirimkan di atas foramen mandibular.
Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah
1)  Suntikan submukosa
Istilah  ini  diterapkan  apabila  larutan  didepositkan  tepat  dibalik  membrane  mukosa. Walaupun  cenderung  tidak  menimbulkan  anestesi  pada  pulpa  gigi,  suntikan  ini  sering digunakan  baik  untuk  menganestesi  saraf  bukal  sebelum  pencabutan  molar  bawah  atau operasi jaringan lunak.
2)  Suntikan Supraperiosteal
Pada  beberapa  daerah  seperti  maksila,  bagian  kortikal  bagian  luar  dari  tulang  alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vascular yang kecil. Pada daerah ini bila larutan  didepositkan  di  luar  periosteum,  larutan  akan  terinfiltrasi  melalui  periosteum, bidang kortikal, dan tulang edularis ke serabut saraf. Dengan cara ini anestesi pulpa gigi dapat  diperoleh  melalui  penyuntikan  di sepanjang  apeks  gigi.  Suntika  supraperiosteal  merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi.
3)  Suntikan subperiosteal
Pada  teknik  ini,  larutan  anestesi  didepositkan  antara  periosteum  dan  bidang  kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sakit. Karena itu, suntikan ini hanya digunakan  apabila  tidak  ada  alternative  lain  atau  apabila  anestesi  superficial  dapat diperoleh  dari  suntikan  supraperiosteal.  Teknik  ini  biasa  digunakan  pada  palatum  dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligamen.
4)  Suntikan Intraseous
Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Prosedur ini sangat effektif apabila dilakukan  dengan  bur   tulang  dan  jarum  yang  didesain  khusus  untuk  tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengna cara biasa, dibuat incise kecil melalui  mukoperiosteum  pada  daerah  suntikan  yang  sudah  ditentukan  untuk  mendapat jalan  masuk  bagi  bur  dan  reamer  kecil.  Kemudian  dapat  dibuat  lubang  melalui  bidang kortikal  bagian  luar  tulang  dengan  alat  yang  sudah  dipilih.  Lubang  harus  terletak  pada bagian apeks gigi sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi. Jarum pendek dengan hubungan yang panjang diinsersikan melalui lubang dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang medularis dari tulang. Teknik suntikan intraseous akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpadisertai gangguan  sensasi  jaringan  lunak  yang  minimal.  Walaupun  demikian  biasanya  tulang alveolar  akan  terkena  trauma  dan  cenderung  tejadi  rute  infeksi.  Prosedur  asepsis  yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan.
5)  Suntikan Intraseptal
Merupakan  modivikasi  dari  suntikan  intraseous  yang  kadang-kadang  digunakan  bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang geligi tiruan immediate serta  bila  teknik  supraperiosteal  tidak  mungkin  diguakan.  Jarum  27  gauge  diinsersikan pada  tulang  lunak  di  crest  alveolar.  Larutan  didepositkan  dengan  tekanan  dan  berjalan melalui tulang medularis serta jaringan periodontaluntuk memeberi efek anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diproses anestesi superficial.


0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Followers