A. Definisi Anestesi Lokal
Adalah kehilangan
sensasi pada area tertentu dan terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu
pada tubuh akibat depresi eksitasi ujung serabut saraf ataupun karena inhibisi
pada proses konduksi pada nervus perifer. Di kedokteran gigi, anestesi lokal
digunakan untuk mengurangi nyeri, sehingga pasien
merasa nyaman saat
dilakukan tindakan oleh
dokter gigi pun
mampu bekerja dengan
baik. Selain itu, anestesi
lokal juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab
nyeri pada wajah. Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu
yang mendasari usaha dalam halhal pemberian anestesi dan analgesik serta
menjaga keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan,
melakukan tindakan resusitasi pada penderita gawat, mengelola unit perawatan
intensif, memberi pelayanan terapi, penanggulangan nyeri menahun bersama cabang
ilmu kedokteran lainnya dan dengan peran
serta masyarakat secara aktif mengelola kedokteran gawat darurat. Anestesi
bersifat reversibel dan sementara.Selain itu pada anestesi dikenal juga
adanya anestesi topikal yang
merupakan suatu pengaplikasian agen anestesi
lokal pada permukaan
membran mukosa atau
kulit yang kemudian berpenetrasi
melewati epidermis dan menganestesi ujung ujung saraf.
B. Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal
di Bidang Kedokteran Gigi
Anestesi lokal secara
parenteral diberikan untuk
infiltrasi dan anestesi
blok saraf. Infiltrasi anestesi
umumnya digunakan untuk
pembedahan minor dan
perawatan gigi. Anestesi blok
saraf digunakan untuk
pembedahan, perawatan gigi,
dan prosedur diagnosis dan
pengontrolan rasa sakit.
Karena keanekaragaman dari
mekanisme absorpsi dan toksisitasnya, pemilihan
jenis dan konsentrasi anestesi lokal
yang ideal tergantung
pada prosedur yang akan dilakukan. Dalam bidang kedokteran gigi, secara
umum anestesi lokal diindikasi untuk berbagai tindakan
bedah yang dapat
menimbulkan rasa sakit
yang tidak tertahankan
oleh pasien, di antaranya
yaitu ekstraksi gigi, apikoektomi, gingivektomi, gingivoplasti, bedah
periodontal,pulpektomi, pulpotomi, alveoplasti,
bone grafting, implant,
perawatan fraktur rahang, reimplantasi gigi avulse,
perikoronitis, kista, bedah pengangkatan tumor, bedah pengangkatan odontoma dan juga penjahitan dan Flapping pada
jaringan muko-periosteum. Sedangkan, kontraindikasi dari pemberian anestesi
lokal meliputi:
1) Adanya infeksi/inflamasi akut
pada daerah injeksi
apabila melakukan anestesi
secara
injeksi. Hindari blocking saraf inferior gigi pada dasar
mulut atau area retromolar.
2) Penderita
hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.
3) Alergi
4) Penderita
hipertensi
5) Penderita penyakit
hati/liver
Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya
kelainan hati dan ginjal.
C. Persiapan Pra Anestesi
Sebelum
dilakukan pemberian anestesi
lokal, operator harus
mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini
disebabkan oleh efek depresan yang merupakan salah satu
efek dari obat-obatan
anestesi lokal. Selain
itu, obat-obatan anestesi
lokal pun memiliki efek samping
lain yaitu bronkospasm yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun vasodepressor
sinkop. Oleh karena
itu, keadaan umum
pasien perlu dievaluasi sebelum
melakukan tindakan anestesi.
Persiapan pra anestesi
ini mencakup tiga
persiapan, yaitu persiapan diri anestetis, persiapan alat dan bahan, dan
persiapan pasien. Persiapan
anestesis, berupa anestesis
harus sehat fisik
dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan
anestesi yang memadai, dan memiliki mental yang baik untuk
mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa
pasien. Persiapan alat dan
bahan anestesi, alat
yang biasa digunakan
adalah syringe untuk menyutikkan bahan
atau agen anestesi
lokal ke daerah
yang akan dianestesi.
Hal ini perlu diperhatikan agar
penyuntikan berjalan cepat
dan lancar. Kemudian
siapkan mukosa yang akan
disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada daerah yang dikehendaki.
Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik
pasien. Dalam anamnesis, pasien
ditanyakan tentang riwayat
penyakit yang pernah
atau sedang
diderita,
obat-obatan yang sedang
dikonsumi, riwayat alergi,
dan juga beberapa
keluhankeluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi
praanestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan
pasien sebelum dilakukan
anestesi sehingga keadaan
psikologis pasien dapat pula
dievaluasi. Penyakit-penyakit yang umumnya
ditanyakan kepada pasien
dalam evaluasi praanestesi
adalah kelainan jantung,
hipotensi, diabetes, gagal
ginjal, penyakit liver,
alergi terhadap obat, hipertensi,
rematik, asma, anemia, epilepsi, serta kelainan darah. Pemeriksaan fisik
praanestesi yang perlu
dilakukan adalah inspeksi
visual untuk mengobservasi
adanya kelainan pada
postur tubuh pasien,
gerakan tubuh, bicara,
dan sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik
menurut ASA.
D. Komplikasi Anestesi Lokal
1) Kerusakan Jarum
Penyebab
utamanya adalah kelemahan
jarum dengan membengkokkannya sebelum di insersi dalam mulut pasien. Selain
itu dapat terjadi karena pergerakan
pasien yang berlebihan secara tiba-tiba sehingga jarum penetrasi ke dalam otot.
Perawatan jika terjadi jarum patah, adalah:
a)
Tetap tenang, jangan panik
b)
Instruksikan pasien tidak bergerak, jaga mulut pasien agar tetap
terbuka. Gunakan bite block
dalam mulut pasien.
c)
Jika patahan masih terlihat, coba untuk mengambilnya.
2) Parastesi
Pasien merasa mati
rasa (dingin) selama
beberapa jam atau
bahkan berhari-hari
setelah anastesi lokal. Penyebabnya bisa karena trauma pada
beberapa saraf. Selain itu,
injeksi anastesi lokal
yang terkontaminasi alkohol
atau cairan sterilisasi
dapat menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan edema dan sampai menjadi
parastesi. Parastesi dapat sembuh
sendiri dalam waktu
8 minggu dan
jika kerusakan pada saraf
lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang terjadi.
Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi yaitu:
1)
Yakinkan kembali pasien dengan berbicara secara personal.
2)
Jelaskan bahwa parastesi
jarang terjadi, hanya
22% telah dilaporkan
yang berkembang
menjadi parastesi.
3)
Periksa pasien:
a) Menentukan derajat dan luas parastesi
b) Jelaskan pada pasien bahwa parastesi akan
sembuh sendiri dalam waktu 2 bulan.
c) Jadwal ulang pertemuan setiap 2 bulan sampai
adanya pengurangan reaksi sensori
d) Jika ada, maka konsultasi ke bagian Bedah
Mulut.
3) Paralisis Nervus
Fasial
Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior
pada sisi kiri Paralisis sebagian dari cabang trigeminal terjadi pada blok
saraf infraorbital atau infiltrasi kaninus maksila,
biasanya dapat enyebabkan otot kendur. Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anastesi lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus ke dalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis. Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai masalah utama yaitu estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada reatment khusus kecuali menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah pasien tidak dapat menutup satu matanya secara sadar, refleks menutup pada mata menjadi hilang dan berkedip menjadi susah.
biasanya dapat enyebabkan otot kendur. Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anastesi lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus ke dalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis. Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai masalah utama yaitu estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada reatment khusus kecuali menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah pasien tidak dapat menutup satu matanya secara sadar, refleks menutup pada mata menjadi hilang dan berkedip menjadi susah.
4) Trismus
Trismus adalah kejang
tetanik yang berkepanjangan dari
otot rahang dengan pembukaan mulut
menjadi terbatas (rahang
terkunci). Etiologinya karena
trauma pada otot atau
pembuluh darah pada
fossa infratemporal. Kontaminasi
alkohol dan larutan sterlisasi pun
dapat menyebabkan iritasi
jaringan kemudian menjadi
trismus. Hemoragi juga penyebab
lain trismus.
5) Luka jaringan
lunak
Trauma pada bibir
dan lidah biasanya
disebabkan karena pasien
tidak hati-hati menggigit bibir
atau menghisap jaringan
yang teranastesi. Hal
ini menyebabkan pembengkakan dan
nyeri yang siginifikan.
Kejadian ini sering
terjadi pada anak-anak handicapped.
6) Hematoma
Hematoma dapat terjadi
karena kebocoran arteri
atau vena setelah
blok nervus alveolar superior
posterior atau nervus inferior. Hematoma
yang terjadi setelah blok saraf alveolar inferior dapat dilihat secara
intraoral sedangkan hematoma akibat alveolar blok posterior superior dapat
dilihat secara extraoral. Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan
nyeri. Pembengkakan dan perubahan warna pada region yang terkena dapat terjadi
setelah 7 sampai 14 hari.
7) Nyeri
Penyebabnya dapat terjadi karena :
1)
Teknik injeksi yang tidak hati-hati dan tidak berperasaan
2)
Jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple
3)
Deposisi cepat pada obat anastesi local yang menyebabkan kerusakan
jaringan
4)
Jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang)
Nyeri yang terjadi
dapat menyebabkan peningkatan
kecemasan pasien dan menciptakan gerakan tiba-tiba dan
menyebabkan jarum patah.
8) Rasa terbakar
pH dari obat anastesi lokal yang dideposit ke dalam jaringan
lunak dipersiapkan berkisar 5, namun menjadi lebih asam (sekitar 3) sehingga menyebabkan rasa terbakar. Selain itu, penyebab rasa terbakar disebabkan karena
injeksi yang terlalu cepat, biasanya pada
palatal. Selain itu,
kontaminasi dengan alkohol
dan larutan sterilisasi
juga menyebabkan rasa terbakar. Jika disebabkan karena pH, maka akan
menghilang sejalan dengan reaksi anastesi. Namun jika disebabkan karena injeksi
terlalu cepat, kontaminasi dan obat anastesi yang terlalu hangat
dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang dapat
berkembang menjadi trismus,
edema, bahkan parastesi.
9) Infeksi
Penyebab
utamanya adalah kontaminasi
jarum sebelum administrasi
anastesi. Kontaminasi
terjadi saat jarum
bersentuhan dengan membran
mukosa. Selain itu, ketidakahlian operator
untuk teknik anastesi
lokal dan persiapan
yang tidak tepat menyebabkan infeksi.
10) Edema
Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya
beberapa gangguan.
Edema dapat terjadi karena:
1)
Trauma selama injeksi
2)
Infeksi
3)
Alergi
4)
Hemoragi
5)
Jarum yang teriritasi
6)
Hereditary angioderma
Edema dapat menyebabkan
rasa nyeri dan
disfungsi dari region
yang terkena. Angioneurotik edema
yang dihasilkan akibat
topical anastesi pada
individu yang alergi dapat membahayakan jalan napas. Edema
pada lidah, faring, dan laring dapat berkembang pada situasi gawat darurat.
11) Pengelupasan
jaringan
Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan
menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril.
Penyebab deskuamasi epitel antara lain:
1)
Aplikasi topical anastesi pada gusi yang terlalu lama
2)
Sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan
3)
Adanya reaksi pada area topical anastesi
Penyebab abses steril antara lain:
1)
Iskemi sekunder akibat
penggunaan lokal anastesi
dengan vasokonstriktor (norepineprin)
2)
Biasanya berkembang pada palatum keras
Nyeri dapat terjadi
pada deskuamasi epitel
atau abses steril
sehingga ada kemungkinan infeksi
pada daerah yang terkena.
12) Lesi intraoral
post anastesi
Pasien sering melaporkan setelah 2 hari dilakukan anastesi lokal timbul ulserasi pada
mulut mereka, terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri.
RAS atau herpes simplex
dapat terjadi setelah
anastesi lokal. Recurrent
aphthous stomatitis merupakan penyakit
yang paling sering
daripada herpes simplex,
terutama berkembang pada gusi
yang tidak cekat dengan tulang. Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut
pada area ulser.
E. Teknik Blok Anestesi untuk Pencabutan Gigi
Rahang Bawah
Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita
memerlukan daerah yang teranestesi
luas misalnya pada
waktu pencabutan gigi
posterior rahang bawah
atau pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Teknik Saraf yang dituju Daerah yang teranestesi Gow-Gates
N. Mandibularis Gigi mandibula
setengah quadran, mukoperiosteum bukal
dan membran mukosa pada
daerah penyuntikan, dua pertiga
anterior lidah dan dasar
mulut, jaringan lunak lingual
dan periosteum, korpus mandibula
dan bagian bawah ramus serta
kulit diatas zigoma, bagian posterior
pipi dan region temporal Akinosi dan Fisher N. Alveolaris inferior dan N. Lingualis Gigi-gigi mandibula
setengah
quadran, badan mandibula
dan ramus bagian bawah, mukoperiosteum bukal
dan membrane ukosa didepan foramen mentalis, dasar
mulut dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum
bagian lingual mandibula
Anestesi blok teknik Gow-Gates
Prosedur :
1)
Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2)
Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
3)
Posisi operator:
a) Untuk
mandibula sebelah kanan,
operator berdiri pada
posisi jam 8
menghadap
pasien.
b) Untuk
mandibula sebelah kiri,
operator berdiri pada
posisi jam 10
menghadap
dalam arah yang
sama dengan pasien.
4)
Tentukan patokan ekstra
oral: intertragic notch
dan sudut mulut.
Daerah sasaran:
daerah medial leher kondilus,
sedikit dibawah insersi otot pterygoideus eksternus.
5)
Operator membayangkan garis khayal
yang dibentuk dari intertragic notch ke sudut
mulut pada sisi penyuntikan untuk
membantu melihat ketinggian penyuntikan secara ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau
jari telunjuk.
6)
Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan
jaringan .
7)
Operator menentukan ketinggian
penyuntikan dengan patokan intra oral berdasarkan sudut mulut pada sisi
berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2 maksila.
8)
Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9)
Spuit diarahkan ke
sisi penyuntikan melalui
sudut mulut pada
sisi berlawanan, dibawah
tonjolan mesiopalatinal M2
maksila, jarum diinsersikan
kedalam jaringan sedikit sebelah
distal M2 maksila .
10)
Jarum diluruskan kebidang
perpanjangan garis melalui
sudut mulut ke
intertragic notch pada sisi
penyuntikan kemudian disejajarkan
dengan sudut telinga
kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang
berlawanan, posisi tersebut dapat berubah
dari M sampai
I bergantung pada
derajat divergensi ramus
mandibula dari telingan ke sisi
wajah.
11)
Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai
berkontak dengan tulang
leher kondilus,
sampai kedalamam
kira-kira 25 mm.
Jika jarum belum
berkontak dengan tulang, maka
jarum ditarik kembali
per-lahan2 dan arahnya
diulangi sampai berkontak dengan tulang. Anestetikum tidak
boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak dengan tulang.
12)
Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan
anestetikum sebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
13)
Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .
14)
Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh dilakukan
.
Anestesi blok teknik Akinosi
Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga
baik digunakan pada pasien yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut. Prosedur:
1)
Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
2)
Posisi operator untuk
rahang kanan atau
kiri adalah posisi
jam delapan berhadapan
dengan pasien.
3)
Letakkan jari telunjuk
atau ibu jari
pada tonjolan koronoid,
menunjukkan jaringan pada bagian
medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu menunjukkan sisi injeksi dan
mengurangi trauma selama injeksi jarum.
5)
Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal
anestesi.
6)
Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.
7)
Jarum suntik diletakkan
sejajar dengan bidang
oklusal maksila, jarum
diinsersikan
posterior dan
sedikit lateral dari
mucogingival junction molar
kedua dan ketiga maksila.
8)
Arahkan ujung jarum
menjauhi ramus mandibula
dan jarum dibelokkan
mendekati
ramus dan jarum akan tetap didekat
N. Alveolaris inferior.
9)
Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10)
Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8
ml secara perlahanlahan. Setelah selesai
, spuit tarik
kembali. Kelumpuhan saraf
motoris akan terjadi lebih
cepat daripada saraf
sensoris. Pasien dengan
trismus mulai meningkat kemampuannya untuk membuka mulut.
Teknik Fisher Prosedur:
1) Posisi pasien
duduk dengan setengah terlentang.
2) Aplikasikan
antiseptic didaerah trigonum retromolar.
3) Jari telunjuk
diletakkan dibelakang gigi
terakhir mandibula, geser
ke arah lateral untuk
meraba linea oblique
eksterna. Kemudian telunjuk
digeser ke median
untuk mencari linea oblique
interna, ujung lengkung
kuku berada di
linea oblique interna dan permukaan samping jari berada
dibidang oklusal gigi rahang bawah.
Posisi:
1) Posisi I: Jarum
diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi rahang yang tidak dianestesi
yaitu regio premolar.
2) Posisi II: Spuit
digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan jarum itusukkan
sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5
ml untuk menganestesi N. Lingualis.
3) Posisi III: Spuit
digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri
tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum
sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit
ditarik kembali.
Teknik modifikasi Fisher
Setelah kita melakukan
posisi III, pada
waktu menarik kembali
spuit sebelum jarum lepas
dari mukosa tepat
setelah melewati linea
oblique interna ,jarum
digeser kelateral (kedaerah trigonum
retromolar), aspirasi dan
keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N.
Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar.
Teknik Inferior Alveolar Nerve Blok
Blok nervus alveolar
inferior biasanya digunakan
untuk injeksi anestesi mandibula. Menganestesi
pada gigi mandibula
dari garis midline
diinjeksikan pada corpus mandibula.,
mukosa bukal, dan tulang pada
gigi anterior ke
molar pertama mandibular, dua
pertiga anterior lidah
dan dasar mulut,
serta dasar mukosa
dan tulang daerah daerah lingual
ke gigi mandibula di sisi injeksi. Gunakan jarum dengan panjang 25 gauge.
Jaringan harus menembus
pada batas medial
ramus mandibular di
puncak coronoid notch di
pterygomandibular raphe. Titik
suntikan harus sekitar
1,5 cm diatas garis
occlusal mandibula dengan
bersudut kearah tulang-tulang. Barrel
jarum harus sejajar dengan
bidang oklusal molar
mandibula, dan tiba
di premolar kuadran
yang berlawanan. Jarum harus
maju pelan-pelan, menaruh
beberapa tetes anestesi
dan aspirating sampai tulang.
Biasanya pada pasien
orang dewasa, jarum
akan dimasukkan 20-25 mm (sekitar
2/3 panjang jarum). Pemberian anestesi akan tepat dikirimkan di atas foramen
mandibular.
Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang
Bawah
1) Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan
apabila larutan didepositkan
tepat dibalik membrane
mukosa. Walaupun cenderung tidak
menimbulkan anestesi pada
pulpa gigi, suntikan
ini sering digunakan baik
untuk menganestesi saraf
bukal sebelum pencabutan
molar bawah atau operasi jaringan lunak.
2) Suntikan Supraperiosteal
Pada beberapa daerah
seperti maksila, bagian
kortikal bagian luar
dari tulang alveolar biasanya tipis dan dapat
terperforasi oleh saluran vascular yang kecil. Pada daerah ini bila larutan didepositkan
di luar periosteum,
larutan akan terinfiltrasi
melalui periosteum, bidang
kortikal, dan tulang edularis ke serabut saraf. Dengan cara ini anestesi pulpa
gigi dapat diperoleh melalui
penyuntikan di sepanjang apeks
gigi. Suntika supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan
pada kedokteran gigi.
3) Suntikan
subperiosteal
Pada teknik ini,
larutan anestesi didepositkan
antara periosteum dan
bidang kortikal. Karena struktur
ini terikat erat, suntikan tentu terasa sakit. Karena itu, suntikan ini hanya digunakan apabila
tidak ada alternative
lain atau apabila
anestesi superficial dapat diperoleh dari
suntikan supraperiosteal. Teknik
ini biasa digunakan
pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal
gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih
sering digunakan suntikan intraligamen.
4) Suntikan
Intraseous
Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis.
Prosedur ini sangat effektif apabila dilakukan
dengan bur tulang
dan jarum yang
didesain khusus untuk
tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengna cara
biasa, dibuat incise kecil melalui
mukoperiosteum pada daerah
suntikan yang sudah
ditentukan untuk mendapat jalan masuk
bagi bur dan
reamer kecil. Kemudian
dapat dibuat lubang
melalui bidang kortikal bagian
luar tulang dengan
alat yang sudah
dipilih. Lubang harus
terletak pada bagian apeks gigi
sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi. Jarum pendek dengan hubungan
yang panjang diinsersikan melalui lubang dan diteruskan ke tulang, larutan
anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang medularis dari tulang. Teknik
suntikan intraseous akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpadisertai gangguan sensasi
jaringan lunak yang
minimal. Walaupun demikian
biasanya tulang alveolar akan
terkena trauma dan
cenderung tejadi rute
infeksi. Prosedur asepsis
yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan.
5) Suntikan
Intraseptal
Merupakan
modivikasi dari suntikan
intraseous yang kadang-kadang
digunakan bila anestesi yang
menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang geligi tiruan immediate serta bila
teknik supraperiosteal tidak
mungkin diguakan. Jarum
27 gauge diinsersikan pada tulang
lunak di crest
alveolar. Larutan didepositkan
dengan tekanan dan
berjalan melalui tulang medularis serta jaringan periodontaluntuk
memeberi efek anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diproses
anestesi superficial.
0 comments:
Post a Comment